
Evakuasi Pendaki Asal Swiss Pakai Helikopter Dan Hal Ini Merupakan Profesionalisme Dalam Menangani Kecelakaan Wisatawan Asing. Pada 16 Juli 2025, seorang pendaki asal Swiss bernama Benedikt Emmenegger mengalami kecelakaan saat menuruni jalur dari puncak Gunung Rinjani menuju Danau Segara Anak. Ia terjatuh dan mengalami luka cukup serius, termasuk dugaan patah tulang serta trauma kepala. Kejadian tersebut terjadi di jalur yang cukup terjal dan berisiko tinggi, membuat korban tidak mampu melanjutkan perjalanan atau dievakuasi secara manual oleh pemandu. Melihat kondisinya yang kritis, tim gabungan segera menyusun rencana evakuasi menggunakan helikopter karena jalur darat dinilai terlalu sulit dan memakan waktu.
Evakuasi ini melibatkan berbagai pihak, termasuk petugas taman nasional, tim SAR, relawan lokal, porter, hingga tim medis. Satu dokter yang kebetulan sedang berada di sekitar lokasi memberikan pertolongan pertama sambil menunggu bantuan lanjutan. Setelah di lakukan koordinasi intensif, sebuah helikopter dikirim dari Bali untuk menjemput korban langsung di lokasi yang telah di pilih sebagai titik pendaratan darurat. Proses evakuasi berlangsung cukup lancar karena kondisi cuaca yang mendukung dan medan yang memungkinkan helikopter untuk turun secara aman.
Korban terlihat dalam kondisi sadar meskipun mengalami luka cukup parah. Ia di bawa ke helikopter menggunakan tandu, di lindungi dengan selimut thermal agar suhu tubuh tetap stabil, dan di temani oleh tim medis selama perjalanan udara. Evakuasi Pendaki ini di biayai oleh asuransi pribadi korban, karena ia memang datang dengan perlindungan penuh dari negara asalnya. Setelah berhasil di angkat dari lokasi, helikopter langsung menuju Bali dan korban di bawa ke rumah sakit swasta untuk penanganan lanjutan.
Pendaki asal Swiss bernama Benedikt Emmenegger mengalami Kecelakaan Saat Menuruni Gunung Rinjani pada 16 Juli 2025. Ia tergabung dalam rombongan yang melalui jalur Sembalun dan hendak menuju Danau Segara Anak setelah mencapai puncak. Sekitar pukul 11.30 WITA, dalam kondisi lelah dan jalur yang menurun tajam, Emmenegger kehilangan keseimbangan lalu tergelincir dan terjatuh cukup jauh dari jalur utama. Ia di duga mengalami patah tulang di beberapa bagian tubuh serta luka di kepala. Kejadian itu segera di ketahui oleh porter dan pemandu yang mendampinginya, yang kemudian melaporkan insiden tersebut ke petugas Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR).
Mendapat laporan darurat, BTNGR langsung berkoordinasi dengan Kantor Pencarian dan Pertolongan (SAR) Mataram. Dalam waktu singkat, tim gabungan yang terdiri dari petugas BTNGR, personel SAR, TNI, Polri, relawan, dan tenaga medis segera di siapkan untuk naik ke lokasi kejadian. Tim medis lapangan, termasuk seorang dokter asing yang kebetulan berada di area yang sama, langsung memberikan penanganan awal sambil menunggu proses evakuasi lebih lanjut. Karena medan yang curam dan korban tidak bisa berjalan, evakuasi lewat jalur darat di pastikan terlalu berisiko dan memakan waktu lama.
Setelah evaluasi kondisi korban dan melihat cuaca yang cukup cerah, di putuskan untuk mengerahkan helikopter sebagai metode evakuasi tercepat. Koordinasi di lakukan dengan penyedia jasa helikopter dari Bali. Sekitar pukul 16.45 WITA, helikopter mendarat di titik yang telah di tentukan di dekat Danau Segara Anak. Proses evakuasi di lakukan dengan hati-hati. Korban di bawa menggunakan tandu, di bungkus selimut thermal untuk menjaga suhu tubuh, dan langsung di naikkan ke helikopter dalam kondisi sadar. Ia di temani oleh anaknya dan seorang dokter selama penerbangan ke Bali.
Kecepatan Dan Profesionalisme Tim SAR Saat Evakuasi Pendaki Asal Swiss, Benedikt Emmenegger, dari Gunung Rinjani patut di apresiasi. Begitu menerima laporan bahwa korban mengalami kecelakaan saat menuruni jalur menuju Danau Segara Anak pada 16 Juli 2025, petugas Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR) segera menghubungi Kantor SAR Mataram dan Denpasar. Dalam waktu singkat, terbentuk tim gabungan yang terdiri dari personel SAR, relawan, porter, pemandu gunung, serta tenaga medis. Respon cepat ini sangat krusial mengingat korban mengalami cedera serius berupa dugaan patah tulang dan luka kepala, sehingga memerlukan penanganan segera di lokasi kejadian.
Setibanya di lokasi, tim tidak hanya membawa peralatan medis dan evakuasi, tetapi juga langsung melakukan stabilisasi kondisi korban. Menariknya, seorang dokter asing yang kebetulan berada di sekitar lokasi turut membantu dalam memberi penanganan awal. Di sinilah terlihat sisi profesionalisme tim, karena mereka mampu bekerja sama dengan tenaga medis sukarela dan menyesuaikan protokol evakuasi dengan kondisi korban di medan ekstrem. Setelah menilai bahwa jalur darat terlalu berisiko dan waktu sangat terbatas, tim segera menyarankan evakuasi udara menggunakan helikopter. Koordinasi dengan operator helikopter di lakukan cepat, dan dalam waktu beberapa jam sejak laporan pertama di terima, helikopter tiba di lokasi.
Selama menunggu helikopter, tim terus memantau kondisi korban, menjaga suhu tubuhnya dengan selimut thermal, dan mempersiapkan tandu untuk proses pemindahan. Begitu helikopter mendarat, mereka bekerja secara efisien dan tenang, memastikan korban di naikkan ke helikopter dalam kondisi aman dan stabil. Korban lalu di terbangkan ke rumah sakit di Bali dengan pendampingan medis. Seluruh proses ini di lakukan dalam waktu kurang dari tujuh jam. Sebuah pencapaian luar biasa mengingat medan yang sulit dan cuaca pegunungan yang sering berubah.
Evakuasi pendaki asal Swiss, Benedikt Emmenegger, dari Gunung Rinjani pada 16 Juli 2025. Menjadi bukti nyata bagaimana Kerja Sama Lintas Pihak mampu menyelamatkan nyawa dalam situasi darurat di alam terbuka. Setelah korban di laporkan jatuh saat menuruni jalur menuju Danau Segara Anak. Laporan cepat di sampaikan oleh pemandu dan porter ke Balai Taman Nasional Gunung Rinjani (BTNGR). Dari sinilah jaringan kerja sama di mulai. BTNGR segera berkoordinasi dengan Kantor SAR Mataram, dan dalam waktu singkat, berbagai unsur mulai di gerakkan. Tim gabungan yang terdiri dari petugas SAR, relawan lokal, porter gunung, TNI, Polri, tenaga medis. Serta pihak Edelweis Medical Health Center (EMHC) segera bersatu dalam satu misi: menyelamatkan korban secepat dan seaman mungkin.
Setiap pihak menjalankan peran masing-masing dengan terstruktur. Porter dan pemandu lokal menjadi ujung tombak yang memastikan lokasi korban bisa di capai. Sementara relawan dan tim medis segera memberikan pertolongan pertama. Bahkan, seorang dokter asal Spanyol yang sedang berada di jalur yang sama turut membantu menstabilkan kondisi korban. Tanpa menunggu lama, tim SAR dan BTNGR langsung memutuskan bahwa jalur darat terlalu berisiko, sehingga di perlukan evakuasi udara. Proses ini kemudian di tindaklanjuti dengan cepat oleh pihak Bali Air yang mengerahkan helikopter dari Bali. Komunikasi lintas wilayah di lakukan secara intensif agar waktu tidak terbuang. Dan titik pendaratan helikopter pun di siapkan oleh tim darat.
Begitu helikopter tiba di lokasi, proses evakuasi berlangsung dengan koordinasi yang solid. Tim darat memastikan korban di pindahkan dengan aman, sementara tenaga medis terus memantau kondisi fisik dan kesadaran korban. Proses ini di lakukan dengan disiplin tinggi, mengingat kondisi geografis. Dan cuaca yang tidak bisa di prediksi seperti saat Evakuasi Pendaki.