

Digital Parenting Bantu Cegah Anak Terpengaruh Radikalisme Gender Sehingga Pada Saat Itu Peran Orang Tua Sangat Di Butuhkan. Saat ini Digital Parenting menjadi salah satu pendekatan penting dalam mencegah anak terpengaruh oleh radikalisme gender di era internet yang serba terbuka ini. Radikalisme gender mengacu pada pandangan ekstrem terkait peran laki-laki dan perempuan, yang kerap dipropagandakan melalui media sosial, video, atau forum digital. Anak-anak dan remaja yang aktif di dunia maya sangat rentan menyerap konten tersebut tanpa menyadari bahayanya, apalagi jika mereka belum memiliki filter berpikir yang matang. Di sinilah peran orang tua sebagai pendamping digital sangat dibutuhkan. Dengan digital parenting, orang tua tidak hanya mengatur waktu penggunaan gawai, tapi juga terlibat dalam memahami dan mengawasi jenis konten yang dikonsumsi anak setiap harinya.
Melalui digital parenting yang baik, orang tua bisa mengajak anak berdialog terbuka tentang topik-topik sensitif seperti kesetaraan gender, perbedaan pendapat, dan pentingnya menghargai keragaman. Saat anak sudah merasa nyaman berdiskusi, mereka akan lebih terbuka menyampaikan pandangan dan kebingungannya, termasuk jika menemukan konten radikal. Orang tua bisa langsung meluruskan narasi yang salah, memberikan pemahaman yang seimbang, dan menanamkan nilai keadilan serta empati sejak dini. Ini penting agar anak tidak tumbuh dengan pikiran sempit, seperti menganggap satu gender lebih unggul atau satu peran tertentu hanya cocok untuk laki-laki atau perempuan saja.
Selain itu, digital parenting juga melibatkan upaya membekali anak dengan literasi digital yang kuat. Anak diajarkan cara memverifikasi informasi, mengenali propaganda terselubung, serta memahami bahwa tidak semua yang viral itu benar. Dengan kemampuan tersebut, anak tidak akan mudah terprovokasi oleh narasi ekstrem atau ajakan kelompok tertentu yang ingin memperkuat stereotip gender secara berlebihan.
Peran Orang Tua Dalam Mencegah Radikalisme Gender, terutama di tengah maraknya konten digital yang menyebarkan pandangan ekstrem soal peran laki-laki dan perempuan. Radikalisme gender bisa muncul dalam bentuk ajaran bahwa laki-laki harus selalu dominan dan perempuan hanya cocok di ranah domestik, atau sebaliknya, pandangan bahwa semua bentuk perbedaan peran adalah bentuk penindasan. Anak-anak dan remaja yang masih dalam proses membentuk identitas dan cara berpikir bisa sangat mudah terpengaruh jika tidak dibekali dengan pemahaman yang seimbang dari orang tuanya. Oleh karena itu, keterlibatan aktif orang tua menjadi kunci utama agar anak memiliki pandangan yang lebih terbuka dan adil terhadap peran gender.
Orang tua perlu menciptakan lingkungan rumah yang menerapkan kesetaraan secara nyata. Misalnya, membagi peran rumah tangga tanpa membedakan berdasarkan jenis kelamin, memberi contoh bahwa ayah juga bisa mengasuh dan ibu bisa mengambil keputusan penting. Ketika anak melihat bahwa peran bukan di tentukan oleh gender, mereka akan terbiasa memandang kesetaraan sebagai hal yang wajar. Selain itu, orang tua perlu aktif berdialog dengan anak, membuka ruang diskusi tentang hal-hal yang mereka temui di internet atau lingkungan. Saat anak merasa di dengarkan, mereka akan lebih terbuka mengungkapkan pemikirannya, termasuk jika sudah terpapar informasi yang ekstrem atau membingungkan.
Penting juga bagi orang tua untuk membekali anak dengan literasi berpikir kritis, agar mereka tidak mudah menerima mentah-mentah informasi atau ajakan yang bersifat provokatif. Anak perlu di latih membandingkan sumber informasi, mempertanyakan narasi yang ekstrem, dan memahami bahwa perbedaan pandangan itu normal, asalkan di sampaikan dengan hormat.
Menerapkan Digital Parenting Pada Anak membutuhkan pendekatan yang aktif, sabar, dan konsisten agar anak dapat tumbuh sebagai pengguna teknologi yang cerdas, bijak, dan bertanggung jawab. Langkah pertama adalah mengenalkan batasan waktu penggunaan gawai secara jelas. Orang tua perlu membuat jadwal kapan anak boleh menggunakan perangkat digital. Misalnya hanya setelah tugas sekolah selesai atau selama akhir pekan. Ini membantu anak memahami bahwa gawai bukanlah kebutuhan utama, melainkan alat bantu yang harus di gunakan secara seimbang. Selain itu, orang tua juga perlu memantau konten yang di konsumsi anak. Ini tidak berarti harus mengawasi secara ketat setiap gerakan anak di internet. Tetapi lebih kepada membangun komunikasi yang terbuka sehingga anak merasa aman berbagi apa yang mereka tonton atau baca.
Selanjutnya, orang tua sebaiknya menggunakan pendekatan edukatif, bukan hanya kontrol. Anak perlu di beri pemahaman mengapa mereka harus hati-hati dengan konten online. Bagaimana membedakan informasi yang benar dan salah, serta bagaimana bersikap sopan di dunia digital. Orang tua bisa mengajarkan konsep privasi digital. Seperti pentingnya tidak membagikan informasi pribadi ke orang asing di internet dan dampak negatif dari jejak digital. Mengajak anak berdiskusi tentang berita bohong, ujaran kebencian, atau konten negatif lainnya. Dapat membantu mereka berpikir lebih kritis dan tidak mudah terbawa arus.
Digital parenting juga melibatkan keteladanan. Jika orang tua ingin anak tidak kecanduan gawai, maka mereka sendiri. Juga harus memberi contoh dengan tidak terlalu sering menatap layar di depan anak. Luangkan waktu untuk kegiatan tanpa perangkat, seperti membaca buku bersama. Bermain di luar rumah, atau makan malam tanpa ponsel di meja.
Bimbingan digital dari orang tua Dapat Menjadi Perlindungan Bagi Anak dari berbagai konten berbahaya yang beredar di dunia maya. Di era digital saat ini, anak-anak bisa dengan mudah. Mengakses berbagai informasi tanpa batas, mulai dari video hiburan, permainan daring, hingga diskusi terbuka di media sosial. Namun di balik kemudahan tersebut, tersimpan risiko besar. Seperti paparan terhadap kekerasan, ujaran kebencian, pornografi, berita bohong, dan bahkan ajakan ekstremisme. Tanpa bimbingan yang tepat, anak bisa saja menyerap semua itu tanpa mampu memilah mana yang baik dan mana yang berbahaya. Inilah alasan mengapa kehadiran orang tua sebagai pembimbing digital sangat di butuhkan.
Bimbingan digital tidak hanya berarti memantau atau membatasi, tetapi juga membentuk cara anak berpikir. Dan bersikap dalam berinteraksi di ruang digital. Orang tua perlu terlibat secara aktif dalam kehidupan digital anak, menanyakan dengan siapa mereka berinteraksi. Aplikasi apa yang mereka gunakan, dan jenis konten apa yang mereka sukai. Bimbingan ini membangun hubungan yang terbuka dan penuh kepercayaan. Sehingga ketika anak menghadapi hal yang mencurigakan atau membuat tidak nyaman, mereka tidak ragu untuk bercerita. Dengan cara ini, orang tua bisa langsung memberikan penjelasan yang menenangkan. Serta memberi solusi atau alternatif aktivitas digital yang lebih sehat.
Selain itu, melalui bimbingan digital, anak dapat di kenalkan pada konsep keamanan digital. Seperti pentingnya menjaga data pribadi, mengenali penipuan online, dan tidak sembarangan mengklik tautan mencurigakan. Anak juga bisa di ajarkan etika digital, seperti menghargai orang lain. Dalam berkomentar, tidak membully, dan tidak menyebarkan konten tanpa izin. Inilah pentingnya menerapkan Digital Parenting.